PROPOSAL “PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED
HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VIII MTsN BUKIT BUNIAN BUKAREH”
TUGAS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah Metodologi Penelitian, Pendidikan, PengajaraN Matematika
Oleh :
FAUZI AKMAL
2410.013
Dosen Pembimbing :
M. Imammuddin, M,Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
1433 H / 2013 M
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
i
BAB
I . PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.
Identifikasi Masalah.......................................................................... 7
C.
Batasan Masalah................................................................................ 8
D.
Rumusan Masalah.............................................................................. 8
E.
Tujuan Penelitian............................................................................... 9
F.
Defenisi Operasional......................................................................... 9
G.
Kegunaan
Penelitian ...................................................................... 10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian
Teori....................................................................................... 12
1. Pembelajaran
Matematika............................................................ 12
2. Pembelajaran
Kooperatif............................................................. 13
3. Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT............................................ 18
4. Pembelajaran
Konvensional......................................................... 22
5. Hasil
Belajar................................................................................. 24
6. Aktivitas
Belajar.......................................................................... 25
B. Kerangka
Konseptual........................................................................ 27
C. Hipotesis
........................................................................................... 28
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis
dan Rancangan Penelitian....................................................... 29
B. Populasi
dan Sampel........................................................................ 30
C. Variabel
dan Data............................................................................ 34
D. Instrumen
Penelitian........................................................................ 35
E. Prosedur
Penelitian ......................................................................... 41
F. Teknik
Analisa Data........................................................................ 44
DAFTAR KEPUSTAKAAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses
pembelajaran adalah bagian terpenting dalam pendidikan. Belajar dapat dikatakan
sebagai key term (istilah kunci) yang
paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya
tak pernah ada pendidikan.[1]
Allah
berfirman dalam surat At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (QS.9: 122)
|
mencapai
kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.
Dari ayat
di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap umat islam wajib mengikuti
proses pembelajaran mulai dari pembelajaran ilmu agama sampai pembelajaran ilmu
umum, karena kesemuanya berguna untuk menegakkan agama Islam, dan nantinya
dapat disampaikan dan diajarkan kepada umat Islam lainnya, supaya tercapai
kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat nantinya. Jadi kebahagiaan di dunia
dan akhirat hanya dapat tercapai dengan keberhasilan dalam menuntut ilmu
melalui pendidikan dengan proses pembelajaran yang baik.
Matematika
merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak ilmu-ilmu yang
penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Sebagai contoh
teori-teori dan cabang-cabang dari fisika dan kimia ( Modern ) yang ditemukan
dan dikembangkan melalui konsep kalkulus, khususnya persamaan diferensial.
Penemuan dan pengembangan teori Mendel dalam biologi melalui konsep
Probabilitas. Teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran yang dikembangkan
melalui konsep fungsi dan kalkulus tentang diferensial dan integral. [2]
Begitu
pentingnya peranan matematika dalam dunia pendidikan, sehingga penguasaan
matematika sejak dini benar-benar menjadi prioritas. Untuk itu matematika harus
diajarkan dengan baik agar siswa mampu memahami materi dengan baik.
Pembelajaran matematika bertujuan untuk
meningkatkan penalaran dan daya fikir yang rasional, efektif, logis dalam
menghadapi suatu masalah. Penguasaan akan ilmu matematika dapat mempersiapkan
siswa dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi.
Pemerintah
telah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan,
seperti meningkatkan kualitas guru melalui penataran atau pelatihan guru mata
pelajaran, melengkapi sarana prasarana yang dibutuhkan pada semua jenjang
pendidikan dan melakukan pembaharuan dan penyempurnaan kurikulum. Sejak tahun
1975 kurikulum pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali mengalami
pergantian, mulai dari kurikulum 1984, kurikulum 1994, revisi kurikulum 1994,
kurikulum 2004, sampai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ).
Kegiatan
belajar mengajar pada KTSP berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun
makna dan pemahaman. Tanggung jawab belajar tetap berada pada diri siswa, dan
guru hanya bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan dan
menyeluruh.[3]
Mengingat
berbagai usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, seperti
penyempurnaan kurikulum, peningkatan mutu guru dan melengkapi sarana prasarana
pembelajaran seharusnya hasil belajar yang diraih siswa bagus dan memuaskan.
Dengan adanya kurikulum KTSP seharusnya siswa mampu menguasai konsep matematika
yang telah dipelajari dan mampu mengaplikasikannya dalam mengatasi masalah yang
ada kaitannya dengan materi yang diajarkan. Penguasaan materi dapat dilakukan
dengan mengerjakan latihan-latihan secara kontinu sehingga siswa terbiasa
dengan berbagai contoh soal dan dapat memahami materi secara mendalam.
Disamping itu dalam proses pembelajaran seharusnya siswalah yang lebih aktif,
guru hanyalah sebagai fasilitator.
Berdasarkan
hasil pengamatan peneliti di lapangan, ternyata sejauh ini proses pembelajaran
matematika belum sepenuhnya mencapai target kriteria ketuntasan minimal yang
ditentukan. Hal ini terlihat dari nilai
rata – rata hasil belajar siswa pada ujian harian I pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Nilai Rata –
Rata Ujian Harian 1 pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Bukit Bunian
Bukareh Tahun Ajaran 2012 / 2013.
KKM
|
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
Tuntas
|
Tidak
Tuntas
|
Presentase
|
|
Tuntas
|
Tidak
Tuntas
|
|||||
6,00
|
VIII-A
|
24
|
11
|
13
|
45.83%
|
57.17%
|
VIII-B
|
22
|
11
|
11
|
50%
|
50%
|
|
VIII-C
|
22
|
9
|
13
|
40.90%
|
59.1%
|
Sumber : Guru Mata Pelajaran MTK Kelas VIII
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa kelas VIII nilainya
masih berada di bawah KKM. Rendahnya hasil belajar matematika siswa tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa dalam proses pembelajaran guru lebih
mendominasi. Interaksi antara guru dan siswa pada umumnya bersifat satu arah.
Siswa yang kelihatan aktif hanyalah siswa yang pintar saja. Sedangkan siswa
yang lain hanya diam mendengarkan pengarahan guru tanpa terlibat aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga dalam proses pembelajaran nampak sekali perbedaan
antara siswa yang pintar dengan siswa yang memiliki kemampuan agak rendah,
seolah-olah ada dinding pemisah antara siswa yang pintar dengan siswa yang
memiliki kemampuan agak rendah.
Di saat
guru memberikan kesempatan untuk bertanya, hanya satu atau dua orang siswa saja
yang mau bertanya bahkan kadang-kadang tidak ada satupun dari mereka yang mau
bertanya. Kalaupun diberi tugas mereka
cenderung mencontoh kepada siswa yang pintar.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan siswa dan guru mata pelajaran matematika tersebut,
diketahui bahwa siswa kurang berminat mempelajari matematika dan siswa kurang memahami
konsep-konsep dari materi yang mereka pelajari. Jika siswa diberi contoh soal
yang berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru, mereka merasa kesulitan
untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan permasalahan di atas
dibutuhkanlah suatu model pembelajaran yang bisa mengaktifkan dan meningkatkan
kerja sama antara siswa terutama dalam meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep matematika. Sehingga secara
tidak langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu model pembelajaran yang
penulis maksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together ( NHT ). Model pembelajaran ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Selain itu model ini juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerjasama mereka.
Model pembelajaran ini sangat cocok
sekali dengan kondisi yang ada di lapangan yang membutuhkan model pembelajaran
yang mampu mengaktifkan seluruh siswa dan membina kerja sama antara siswa.
Sehingga tidak hanya siswa yang pintar saja yang aktif dalam proses
pembelajaran, tetapi siswa yang berkemampuan rendah pun juga bisa ikut aktif
berperan serta dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran ini merupakan
salah satu model pembelajaran dalam pendekatan konstruktivisme. Di dalam
Konstruktivisme peran guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa,
melainkan mengarahkan mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika
sehingga di peroleh struktur matematika.[4]
Dalam pembelajaran kooperatif model
NHT ini siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yang terdiri dari siswa
yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah, pembagian kelompok itu berdasarkan
kemampuan akademik. Hal ini bertujuan agar siswa yang berkemampuan lebih, dapat
membagi pengetahuannya dengan teman yang lain sehingga setiap anggota kelompok
bisa memahami materi yang dipelajari.
Setiap kelompok akan memiliki satu
nomor kepala yang tujuannya adalah untuk mempermudah guru dalam mengacak atau
memilih siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka di depan
kelas. Kesuksesan presentasi di depan kelas sangat menentukan nilai kelompok,
jadi setiap anggota kelompok harus paham dengan materi yang dipelajari. Kelompok
yang akan mempresentasikan hasil diskusi akan dipilih secara acak oleh
guru.
Model NHT ini menggunakan kartu
yang memuat permasalahan yang akan didiskusikan dengan kelompok. Kartu ini
terdiri dari dari dua bagian, bagian atas berisikan soal-soal yang berkaitan
dengan materi yang sedang dipelajari dan bagian bawah merupakan penyelesaian
dari soal yang dikerjakan oleh siswa. Kartu dibuat semenarik mungkin sehingga
siswa senang untuk mengerjakannya. Dengan adanya kartu itu, diharapkan siswa
merasa termotivasi dan tidak bosan atau jenuh mengerjakan soal-soal yang
berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti model pembelajaran kooperatif ini dalam suatu
penelitian yang berjudul “Kontribusi Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil dan Aktivitas Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas VIII MTsN Bukit Bunian Bukareh”
B. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Hasil belajar siswa masih rendah.
2.
Pembelajaran yang berlangsung masih
bersifat satu arah.
3.
Pembelajaran kurang mengaktifkan siswa.
4.
Pembelajaran kurang menumbuhkan minat
siswa.
5.
Kurangnya pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran
C. Batasan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah, maka berbagai masalah yang ada dalam latar belakang
dibatasi menjadi :
1. Aktivitas
siswa
2. Hasil
belajar siswa
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah
hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih baik
dari hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional di kelas VIII
MTsN Bukit Bunian Bukareh?
2. Bagaimanakah
aktifitas siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
( NHT ) di kelas VIII MTsN Bukit Bunian Bukareh?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui informasi apakah hasil
belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih baik
dari hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional.
2.
Mengetahui aktivitas siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together ( NHT ).
F. Defenisi Operasional
Agar
tidak terjadi kesalahfahaman dalam memahami judul skripsi ini maka peneliti
akan menjelaskan beberapa istilah dibawah ini:
Model pembelajaran kooperatif
adalah
suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok –
kelompok kecil yang berjumlah 4 – 6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.[5]
Numbered
Heads Together
adalah
suatu pendekatan yang digunakan untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap
isi pelajaran tersebut.[6]
Hasil Belajar Siswa adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.[7]
Hasil belajar tampak dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa,
yang dapat diukur dan diamati dalam bentuk peningkatan dan pengembangan lebih
baik dibandingkan dengan sebelumnya. Dalam penelitian ini, hasil yang dimaksud
adalah aspek kognitif yang diukur dengan tes hasil belajar.
Aktivitas siswa adalah
tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran seperti mengajukan pertanyaan,
mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, memperhatikan penjelasan guru dan
melengkapi catatan.
Pembelajaran
Konvensional adalah Pembelajaran Konvensional
merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan metode ekspositori
dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah. Pembelajaran
konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa
dilaksanakan dengan metode Ekspositori.
G. Kegunaan Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan sebagai
1.
Pengalaman dan bekal bagi peneliti dalam
mengajar matematika masa mendatang, khususnya dalam penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2.
Sumbangan dan masukan bagi guru dan
calon guru matematika dalam upaya meningkatkan hasil dan kualitas belajar.
3.
Bahan informasi bagi mahasiswa ataupun
guru-guru yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Kajian Teori
1.
Pembelajaran
Matematika.
Belajar
adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil
dari pengetahuan. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan
yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.[8]
Peristiwa
belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan
sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam
kehidupan sosial dan masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran
guru, bahan ajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.
Pembelajaran
tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahap-tahap rancangan
pembelajaran. Guru merancang bahan ajar yang kemudian dilaksanakan dalam
pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara siswa dan guru, siswa
dan siswa dalam rangka perubahan setiap sikap dan pola pikir siswa mengenal
suatu materi yang diajarkan. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk membantu siswa dalam mempelajari ilmu matematika.
Tujuan
pembelajaran matematika menurut garis-garis besar program pengajaran (GBPP)
matematika adalah :
a.
Mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dan di dunia
yang selalu berkembang melalui latihan, bertindak atas dasar pemikiran secara
logis, rasional, cermat, jujur, efektif dan efisien.
b.
Mempersiapkan
siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.[9]
Berdasarkan
tujuan di atas tujuan pembelajaran matematika lebih menitik beratkan pada
kesiapan siswa, baik dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan maupun
pengembangan pola pikir siswa, sehingga siswa terampil dalam menerapkan
konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari maupun pada saat
mempelajari ilmu lain yang ada hubungannya dengan matematika. Dengan demikian,
pembelajaran berlangsung secara sistematis dan efektif sehingga tujuan
matematika itu sendiri tercapai secara maksimal. Dalam pelaksanaannya,
pembelajaran matematika melibatkan semua siswa sehingga mereka dapat memahami
materi secara menyeluruh, caranya dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan menggunakan kartu.
2.
Pembelajaran
Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran dalam bentuk kelompok. Siswa belajar dalam kelompoknya dalam
memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari.
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih
menjamin para siswa bekerja secara kooperatif :
a.
Siswa
yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian
dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b.
Para
siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang
mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidaknya kelompok itu
akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
c.
Untuk
mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tegabung dalam kelompok itu harus
berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.[10]
Karakteristik
dari pembelajaran kooperatif adalah :
a. Pembelajaran
secara tim
b. Didasarkan
pada manajemen kooperatif
c. Kemauan
untuk bekerjasama
d. Keterampilan
bekerjasama.
Pembelajaran kooperatif memiliki tiga landasan
teori,yakni:
a.
Teori Ausubel
Menurut
Ausubel bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna“ (Meaning Full). Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah
fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat siswa. [11]
b.
Teori Piaget
Menurut
Piaget kegiatan pembelajaran harus melibatkan partisipasi peserta didik.
pengetahuan tidak hanya dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi dan
di rekonstruksi peserta didik. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam kegiatan
pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif.[12]
c.
Teori Vygotsky
Vygotsky
mengemukakan pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Ia
membedakan adanya dua pengertian, yaitu pengertian spontan dan pengertian
ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang diperoleh dari pengalaman
anak sehari – hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang diperoleh dari
ruang kelas. Kualitas berfikir siswa dibangun didalam ruangan kelas, sedangkan
aktifitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara pelajar dengan
pelajar lainnya yang lebih mampu dibawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini
guru.[13]
Dalam
pembelajaran kooperatif sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap
kelompok akan memperoleh penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi
yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai
ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan
memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal.
Setiap anggota kelompok akan saling bantu membantu, mereka akan mempunyai
motivasi untuk keberhasilan kelompok sehingga setiap individu akan memiliki
kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Pembentukan
kelompok dalam pembelajaran kooperatif ini berdasarkan kemampuan akademik siswa
kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Tabel 2. Prosedur
Pengelompokan Hetererogenitas Berdasarkan Kemampuan Akademik
Langkah I
Mengurutkan
Siswa
berdasarkan kemampuan
|
Langkah II
Membentuk
kelompok pertama
|
Langkah III
membentuk kelompok selanjutnya
|
||||||||||||||||||||||
1.
AN
2.
NP
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
DW
12.
MR
13.
JL
14.
GW
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
RP
25.
AF
|
1.
AN
2.
NP
3.
4.
5.
MR AN
6.
7.
8.
AF JL
9.
10.
11.
DW
12.
MR
13.
JL
14.
GW
15.
S
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
RP
25.
AF
|
1.
AN
2.
NP
3.
4.
5.
6.
DW NP
7.
8.
9.
RP GW
10.
11.
DW
12.
MR
13.
JL
14.
GW
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
RP
25.
AF
|
Sumber : (Anita
Lie, 2002 : 41)
Berdasarkan
tabel di atas siswa diurut mulai dari yang berkemampuan rendah ke yang tinggi.
Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan kelompok yaitu kelompok I terdiri dari
siswa yang nomor urut 1, 25, 12, dan 13. Untuk kelompok selanjutnya dilakukan
hal yang sama.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dikembangkan
oleh Spencer Kagan (1992). Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat. Selain itu, model ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerja sama.
Numbered
Heads Together merupakan suatu pendekatan yang
digunakan untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan membentuk pemahaman siswa terhadap isi pelajaran
tersebut. Empat langkah yang digunakan guna untuk mengajukan pertanyaan keseluruhan
kelas yaitu :
Langkah 1 : Penomoran. Guru membagi siswa kedalam
kelompok yang beranggotakan 3–5 orang dan kepada setiap anggota
kelompok diberi nomor 1
sampai 5
Langkah 2 : Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan
sebuah
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi.
Pertanyaan dapat amat
spesifik dan dalam bentuk kalimat
tanya.
Langkah 3 : Berfikir bersama. Siswa menyatukan
pendapat terhadap
jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
mengetahui jawaban itu.
Langkah 4 : Menjawab. Guru memanggil siswa satu
nomor tertentu,
kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba
untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.[14]
Dalam pelaksanaannya guru akan
memilih nomor individu dalam kelompok secara acak untuk mempersentasikan hasil
diskusi mereka di depan kelas. Jadi setiap kelompok harus memahami materi yang
sedang dibahas karena nilai presentasi akan mempengaruhi nilai kelompok. Ini
menuntut adanya rasa tanggung jawab dan kerjasama antar anggota kelompok.
Berdasarkan langkah di atas maka
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan kartu
dalam penelitian ini adalah:
a.
Guru memberikan pengarahan
b.
Guru membuat kelompok heterogen, dan
tiap siswa dalam kelompok memiliki no urut tertentu. Tiap kelompok terdiri dari
5 – 6 orang.
c.
Guru memberikan kartu yang berisi
permasalahan. Kartu berisikan pertanyaan yang akan diselesaikan siswa dan
bagian jawaban yang akan diisi langsung oleh siswa dalam kartu tersebut. Soal
terdiri dari 6 macam yang berbeda.
d.
Siswa mendiskusikan jawaban dari
pertanyaan yang ada dalam kelompok. Setiap anggota kelompok harus paham dengan
hasil diskusi karena akan dipilih secara
acak untuk mempresentasikannya.
e.
Guru memilih secara acak salah satu
kelompok dan nomor siswa yang terpanggil
akan mempresentasikan jawaban kelompok mereka di depan kelas, sehingga terjadi
diskusi kelas.
f.
Mengadakan kuis individual dan membuat
skor perkembangan tiap siswa.
g.
Mengumumkan hasil kuis dan memberikan
penghargaan
Berdasarkan langkah-langkah
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di atas, guru memberikan penghargaan kelompok. Skor kelompok yang
melampaui kriteria tertentu, pantas mendapatkan penghargaan dengan cara guru
memberikan nilai tambahan, pujian, atau hadiah yang akan membuat siswa lebih termotivasi dan bertambah giat untuk
meningkatkan prestasi belajarnya. Siswa akan lebih menghargai guru karena
mereka merasa dihargai dengan apa yang dikerjakannya.
Kelompok
pantas mendapatkan sertifikat atau hadiah jika rata-rata skor melampaui
kriteria tertentu. Menurut Slavin perhitungan skor
perkembangan individu adalah sebagai
berikut[15]:
Tabel
3. Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Tes
|
Skor perkembangan individu
|
a.
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
b.
10 hingga 1 poin di bawah skor awal
c.
Skor awal sampai 10 point di atasnya
d.
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
e.
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
|
5
10
20
30
30
|
Berdasarkan pedoman pemberian skor
perkembangan individu di atas maka pemberian skor perkembangan individu dalam penelitian ini adalah:
a.
Menghitung
skor individu dan skor kelompok
Skor yang diperoleh siswa digunakan untuk menentukan
nilai perkembangan individu dan untuk menentukan skor kelompok, dengan cara ini
anggota kelompok memberikan sumbangan maksimum untuk kelompoknya. Perhitungan
skor perkembangan adalah sebagai
berikut:
1)
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal, nilai
perkembangannya 5 poin.
2)
10
poin di bawah skor awal, nilai perkembangannya 10 poin.
3)
Skor
awal hingga 10 poin di atas skor awal, nilai perkembangannya 20 poin
4)
Lebih
dari 10 poin di atas skor awal, nilai perkembangannya 30 poin
Perhitungan
skor kelompok dilakukan dengan cara memjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan
hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok.
b.
Menghargai
prestasi kelompok
Pemberian
penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan
menjadi kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. Adapun kriteria yang
digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut:
1)
Nilai
rata-rata 5 – 14 poin sebagai kelompok baik
2)
Nilai
rata-rata 15 – 24 poin sebagai kelompok hebat
3)
Nilai
rata-rata 25 – 30 poin, sebagai kelompok super
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran
Konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan
metode ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan
komunikasi satu arah.
Menurut Nasution
ciri – ciri pembelajaran konvensional adalah:
a.
Tujuan
tidak dirumuskan secara spesifik.
b.
Kegiatan
instruksional kebanyakan berbentuk ceramah
c.
Pengalaman
belajar kebanyakan berbentuk ceramah
d.
Partisipasi
murid kebanyakan pasif.
e.
Kecepatan
belajar ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.
f.
Penguasaan
tidak menyeluruh.
g.
Keberhasilan
siswa dinilai secara subjektif.[16]
Jadi dapat
dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitikberatkan pada keaktifan
guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan metode Ekspositori.
Erman suherman
mengemukakan bahwa pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang,
karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pembelajaran,
menerangkan materi dan contoh-contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan
saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal
latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa
secara individu atau kelompok. [17]
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sudah
biasa dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pembelajaran konvensional ini merupakan
pembelajaran yang paling mudah dilaksanakan dan paling dominan dilaksanakan
oleh guru – guru. Pelaksanaan pembelajaran ini meliputi pembelajaran dengan
metode ekspositori, tanya jawab, latihan, dan pemberian tugas. Siswa belum
diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri karena pembelajaran
kmvensional ini cenderung memfokuskan siswa kepada belajar mengajar, membuat
latihan, mempersiapkan ujian harian maupun ujian semester.
Tabel 4.
Perbedaan pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
|
Model
pembelajaran konvensional
|
1
|
2
|
1. Siswa
aktif
2. Guru
sebagai fasilitator
3. Ada
kelompok-kelompok kooperatif
4. Ada
interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru
5. Pengetahuan
didasarkan atas aspek kognitif, afektif dan psikomotor
6. Daya
serap siswa lebih cepat dan bertahan lama karena siswa tidak menghapal
|
1. Siswa
pasif
2. Guru
adalah penentu jalannya proses pembelajaran
3. Tidak
ada kelompok-kelompok kooperatif
4. Interaksi
antara siswa dengan siswa, guru dengan guru kurang
5. Pengetahuan
dilihat aspek kognitifnya saja
6. Daya
serap siswa rendah dan cepat hilang karena bersifat menghapal
|
5. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sesuatu yang
diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar terlihat dalam
perubahan tingkah laku siswa dari tidak tahu jadi tahu dan tidak mengerti
menjadi mengerti. Perubahan yang didapat setelah pembelajaran ini adalah
perubahan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, nilai dan sikap atau dengan
kata lain meliputi ranah kognitif afektif dan psikomotor.
Belajar merupakan salah satu
kegiatan bagi setiap orang, terutama siswa. Terjadinya perubahan tingkah laku dalam
waktu relatif lama yang disertai dengan usaha seseorang sehingga dari tidak
mampu menjadi mampu mengerjakan. Tanpa usaha walaupun terjadi perubahan tingkah
laku, bukanlah belajar. Perubahan tingkah laku itu disebut hasil belajar.[18]
Sedangkan suatu proses belajar
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan ini ditunjukkan
dalam berbagai bentuk serta pengetahuan, kemampuan daya kreasi dan lain-lain,
perubahan yang terjadi disebut hasil belajar.[19]
Hasil belajar merupakan tolak ukur
yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa didalam mengetahui
dan memahami suatu mata pelajaran. Disamping itu hasil belajar hendaklah
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Jika hasil belajar tidak bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari, ini merupakan sesuatu yang tidak berguna dan
merupakan hasil belajar yang semu belaka.
6. Aktivitas Belajar
Prinsip belajar pada dasarnya
adalah melakukan aktivitas, sebagaimana yang dikemukakan Sadirman. A. M bahwa
setiap orang yang belajar harus aktif, tanpa adanya aktivitas maka proses
belajar tidak mungkin terjadi. [20]
Berdasarkan pendapat tersebut,
aktivitas merupakan hal yang paling penting dalam belajar matematika. Aktivitas
belajar matematika yang dimaksud adalah aktivitas yang dilakukan siswa secara
individu atau berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika atau
untuk menemukan konsep dasar matematika.
Aktivitas siswa dalam kelas dapat
dilihat dari partisipasi siswa terhadap proses pembelajaran yang sedang
berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa terlahir karena
adanya motivasi dan dorongan oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing
siswa agar dapat beraktivitas secara maksimal.
Paul
B Diedrich dalam Sadirman membuat daftar yang berisi 177 macam kegiatan yang
antar lain dapat digolongkan sebagai berikut:
a.
Visual
activities
(aktivitas melihat), seperti : membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,
percobaan, pekerjaan orang lain.
b.
Oral activities (aktivitas
membaca), seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.
Listening
activities
(aktivitas mendengar), seperti : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi,
music, pidato.
d.
Writing
activities
(aktivitas menulis), seperti : menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
e.
Drawing
activities
(kegiatan menggambar), seperti : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.
Mental
activities (aktivitas
mental), seperti : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, membuat
hubungan, mengambil keputusan.
g.
Emotional
activities
(aktivitas emosional), seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bergairah,
berani, tenang, gugup.[21]
Dalam proses pembelajaran di kelas,
semua aktivitas ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif dalam
belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.
Setelah disesuaikan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT maka aktivitas yang akan diamati dalam
penelitian ini adalah:
Tabel 5. Indikator aktivitas siswa
yang akan diamati
No
|
Indikator aktivitas
|
Aktivitas
yang diamati
|
1
|
Oral
activities
|
Siswa bertanya dan
mengemukakan pendapat dalam diskusi
|
2
|
Mental
activities
|
Siswa menjawab
pertanyaan
|
3
|
Emotional
activities
|
Siswa serius selama
proses pembelajaran dengan memusatkan perhatian pada penjelasan yang sedang
disampaikan oleh teman dan guru.
|
4
|
Writing
activities
|
Siswa menyalin dan
melengkapi catatan
|
7. Kerangka Konseptual
Pembelajaran
matematika bertujuan untuk mengembangkan pola pikir dan penalaran siswa dengan
berfikir secara logis, rasional, cermat jujur, efektif dan efisien dalam
menghadapi suatu masalah. Pengembangan penalaran dan pola pikir siswa dapat
dilakukan dengan membiasakan siswa menyelesaikan berbagai masalah-masalah
matematika yang berhubungan dengan materi yang dibahas. Penerapannya dapat
berupa mengerjakan latihan-latihan dalam memecahkan soal-soal yang beraneka
ragam tingkat kesulitannya mengenai materi yang dipelajari.
Pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan kartu ini siswa akan dihadapkan dengan soal yang
beraneka ragam tingkat kesulitannya. Dengan soal yang bervariasi dapat
memperkaya pemahaman siswa mengenai materi yang diajarkan. Selain itu kartu
soal dirancang semenarik mungkin sehingga siswa tertarik untuk mengerjakan soal
yang diberikan.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam bentuk diskusi kelompok. Siswa harus mampu bekerjasama
dengan anggota kelompok untuk membuat temannya paham dan mengerti terhadap
masalah yang ada dalam kartu tersebut, dengan demikian siapa saja yang ditunjuk
dapat mempresentasikan hasil diskusi dengan baik dan siswa akan lebih aktif
dalam proses pembelajaran dan lebih faham dengan konsep-konsep mengenai materi
yang sedang dipelajari. Dengan demikian diharapkan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan menggunakan kartu dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada skema kerangka konseptual berikut:
8.
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan untuk
menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah : “ Hasil belajar siswa yang
diajar dengan model kooperatif tipe NHT lebih baik dari hasil belajar siswa
yang diajar dengan metode konvensional “
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu “suatu penelitian yang tujuannya untuk menyelidiki
kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu
atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan dan
memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak
dikenai kondisi perlakuan”.[22]
Jenis rancangan penelitian ini adalah “Randomized Control Group Only Design“. Dalam penelitian ini
peneliti mengambil satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai
kelas kontrol. Bentuk rancangan penelitiannya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 6 . Rancangan Penelitian
Treatment
|
Postest
|
|
Experiment Group
|
Pembelajaran
dengan model NHT
|
Tes
akhir
|
Control Group
|
-
|
Tes
akhir
|
Pada
penelitian ini pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan yaitu pembelajaran
dengan menggunakan model NHT, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan
perlakuan seperti kelompok eksperimen, pada kelompok ini kegiatan pembelajaran
dilaksanakan seperti biasa. Untuk melihat dampak penggunaan model NHT terhadap
hasil belajar siswa diberikan tes akhir dengan soal yang sama, kemudian
hasilnya dibandingkan.
B. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VIII MTsN Bukit Bunian Bukareh tahun ajaran 2011/ 2012. Jumlah siswa kelas VIII MTsN Bukit Bunian Bukareh pada
tahun ajaran 2011
/ 2012 adalah sebagai
berikut:
Tabel 7. Data Jumlah
Siswa MTsN Bukit Bunian Bukareh Pada
Tahun Ajaran 2011 / 2012
Kelas
|
Jenis
|
||
Lk
|
Pr
|
Jumlah
|
|
VIII - A
|
11
|
13
|
24
|
VIII - B
|
10
|
12
|
22
|
VIII - C
|
9
|
13
|
22
|
Jumlah
|
30
|
38
|
68
|
Sumber Data : Kantor Tata Usaha MTsN Bukit Bunian
Bukareh
2.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi,
segala karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang diambil. Agar sampel
dapat mewakili dan menggambarkan sifat serta karakteristik dari populasi, maka
perlu dilakukan langkah-langkah:
a.
Mengumpulkan data nilai ujian harian matematika kelas VIII MTsN Bukit
Bunian Bukareh tahun ajaran 2011/2012 kemudian di hitung rata-rata dan
simpangan bakunya.
b.
Melakukan uji normalitas populasi
terhadap nilai ujian harian matematika kelas VIII yang bertujuan untuk
mengetahui apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak
Hipotesis
yang diajukan adalah:
H0
= Populasi berdistribusi normal.
H1
= Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk
melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan
langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana sebagai berikut:
1)
Data
X1,X2,X3,…….,Xn diperoleh dan
disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)
Mencari
skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Zi =
Dimana
:
S
= Simpangan Baku
= Skor Rata - rata
Xi = Skor dari tiap soal
3)
Dengan
menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi)
= P ( P Zi
)
4)
Menghitung
jumlah proporsi skor baku yang lebih
baku, atau sama Zi yang
dinyatakan dengan S ( ) dengan menggunakan rumus:
S ( Zi ) =
5)
Menghitung
selisih F ( Zi ) – S ( Zi ), kemudian ditentukan nilai
mutlaknya.
6)
Ambil
harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih. Harga mutlak selisih
diberi symbol Lo. Lo = maks .
7)
Bandingkan
nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05
jika Lo Ltabel maka Hoditerima. Dari hasil analisis
data pada taraf nyata =
0,05 terlihat bahwa Lo L
tabel maka Ho diterima. Berarti data tersebut berasal dari popilasi yang
berdidtribusi normal.[23]
c.
Melakukan uji Homogenitas varians dengan
menggunakan uji Bartlet.
Uji
ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen
atau tidak. Hipotesis yang diajukan yaitu :
Ho
= Populasi mempunyai varians yang sama
H1 = populasi mempunyai varians yang tidak
sama
Untuk
menentukan uji Homogenitas, dilakukan beberapa langkah yang dikemukakan oleh
Nana Sudjana sebagai berikut:
1)
Hitung
k buah ragam contoh S1,S2,…Sk dari contoh –
contoh berukuran n1,n2,…,nk dengan N = Si
2)
Dari
dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai nilai sebesaran
Bartlet:
b =
dengan kriteria
pengujian sebagai berikut:
Jika b bk ( a ; n ) berarti homogen
Jika b bk
( a ; n )berarti tidak homogen.[24]
d.
Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan
menggunakan uji analisis variansi. Uji ini menggunakan teknik anava satu arah
dengan langkah sebagai berikut:
Langkah
- untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu :
1)
Tuliskan
hipotesis statistik yang diajukan
Ho : 1 = 2
H1 : Sekurang – kurangnya dua rata – rata yang
tidak sama
2)
Tentukan
taraf nyatanya ( )
3)
Tentukan
wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus:
f
4)
Tentukan
perhitungan melalui tabel
Tabel 8. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi
Populasi
|
|||||
1
|
2
|
3
|
K
|
||
X11
X12
…
X1n
|
X21
X22
…
X2N
|
X31
X32
…
X3n
|
XK1
XK2
…
XKn
|
||
Total
|
T1
|
T2
|
T3
|
Tk
|
T…
|
Nilai
|
1
|
2
|
3
|
k
|
Perhitungan dengan menggunakan rumus :
Jumlah kuadrat
Total ( JKK ) =
Jumlah kuadrat
untuk nilai tengah kolom
( JKK )
Jumlah kuadrat
galat ( JKG ) JKT JKK
Masukkan data
hasil perhitungan kedalam tabel berikut:
Tabel 9. Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa
Kelas Populasi
Sumber keragaman
|
Jumlah kuadrat
|
Derajat bebas
|
Kuadrat tengah
|
f hitung
|
Nilai
tengah kolom
|
JKK
|
K
1
|
||
Galat
|
JKG
|
N
K
|
||
Total
|
JKT
|
N 1
|
5)
Keputusannya:
Diterima Ho
jika f f (
k 1, N K
)
e.
Mengambil dua kelas secara acak, satu
kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
C. Variabel dan Data
1.
Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai
ciri dari individu, objek, gejala, atau peristiwa yang dapat diukur secara
kualitatif maupun kuantitatif.
Adapun yang menjadi variabel dalam
penelitian ini adalah:
a.
Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi variabel lain, yaitu berupa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe numbered heads together
dengan menggunakan kartu ( X).
b.
Variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu hasil belajar siswa ( Y ).
c.
Variabel perantara adalah variabel yang
secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat tetapi tidak dapat dilihat dan diukur yaitu aktivitas siswa
2. Data
a.
Jenis data
Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1)
Data
primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber-sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil belajar
dan aktivitas siswa yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
2)
Data
sekunder yaitu data yang telah tersusun dalam
dokumen-dokumen atau data yang telah diarsipkan. Data sekunder dalam penelitian
ini adalah nilai ujian harian
matematika kelas VIII semester 1, dan data tentang jumlah siswa pada kelas
sampel beserta namanya masing-masing.
b.
Sumber data
Sumber
data dalam penelitian ini adalah :
1)
Data primer
Data
primer bersumber dari siswa kelas VIII MTsN Bukit Bunian Bukareh yang menjadi
sampel dalam penelitian ini.
2)
Data sekunder
Data
sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Tata Usaha dan guru bidang studi
matematika MTsN Bukit Bunian Bukareh.
D. Instrumen Penelitian
1.
Tes
Hasil Belajar
Tes akhir ini diberikan kepada
kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah pokok bahasan selesai dipelajari.
Soal tes ini dibuat dalam bentuk essay.
Sebelum soal-soal ini diberikan,
terlebih dahulu soal divalidasi, dicari reliabelitasnya, indeks pembeda dan
indeks kesukarannya.
a.
Validitas
Tes
dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sebutir item dapat dikatakan telah
memiliki validitas yang tinggi jika skor pada butir item yang bersangkutan
memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor totalnya. Validitas tes yang digunakan adalah validitas isi untuk
melihat apakah tes tersebut sesuai dengan kurikulum dan bahan pelajaran yang
telah diajarkan. Tes tersebut terlebih dahulu divalidasi oleh dosen dan guru
mata pelajaran, kemudian diperbaiki lalu diujicobakan.
Untuk
menentukan validitas tes essay dapat digunakan rumus korelasi product moment
yaitu:
Rxy
Keterangan:
Rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan
variabel Y
N : Jumlah testee
∑ XY : Jumlah perkalian antara skor item dan skor total
∑ X : Jumlah skor item
∑ Y : Jumlah skor total
Koefisien
korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +1,00. Namun karena menghitung
sering dilakukan pembulatan angka – angka, sangat mungkin diperoleh koefisien
lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan kebalikan sedang
koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran. Untuk mengadakan interpretasi
mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
1)
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat
tinggi
2)
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi
3)
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup
4)
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah
5)
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 : sangat
rendah
b.
Reliabilitas
Suatu
tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut
dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabelitas tes,
berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Kata reliabelitas dalam bahasa
Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, yang berasal dari
kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dipercaya jika memberikan
hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable
jika hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan.
Rumus
yang digunakan untuk menentukan nilai reliabelitas tes essay adalah:[26]
( 1)
Keterangan
:
:
Koefisien reliabelitas
: Banyak item yang dikeluarkan
dalam tes
: Jumlah varian total
: Varian total
0,80
1,00 Reliabilitas
sangat tinggi
0,60
0,79 Reliabilitas
tinggi
0,40
0,59 Reliabilitas
sedang
0,20
0,39 Reliabilitas
rendah
0,00
0,19 Reliabilitas
sangat rendah
c.
Indeks pembeda ( IP )
Daya
pembeda item adalah kemampuan suatu butir item hasil belajar untuk dapat membedakan
antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah,
sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi
untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara
testee yang kemampuanya rendah sebagian besar tidak mampu menjawab item dengan betul.
Daya
pembeda soal ditentukan dengan mencari indeks pembeda soal atau discrimination index of a test item.
Indeks pembeda soal adalah angka yang menunjukkan perbedaan kelompok tinggi
(HG) dan kelompok rendah (LG).
Cara
untuk menghitung indeks pembeda soal adalah sebagai berikut:
1)
Data diurutkan dari nilai tertinggi
sampai nilai terendah.
2)
Ambil 27% dari kelompok yang mendapat
nilai tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah.
Untuk menentukan indeks pembeda dari soal essay
digunakan rumus :
Ip
Keterangan
:
Ip
: Indeks
pembeda soal
Mt
: Rata-rata skor dari kelompok tinggi
Mr
: Rata
-rata skor dari kelompok redah
: Jumlah kuadrat deviasi dari kelompok
tinggi
: Jumlah kuadrat deviasi dari kelompok
rendah
Adapun
kriteria tingkat pembeda soal berdasarkan indeks pembeda adalah :
0,4 1 Baik sekali ( sangat berarti )
0,3 0,39 Baik ( berarti )
0,2 0,29 Sedang ( direvisi )
0 0,19 Jelek ( dibuang )
Ditinjau
dari keseluruhan soal ( tes ), tes dibuat signifikan atau berarti jika:
50%
dari jumlah soal tersebut Ip 0,40
40%
dari jmlah soal tersebut 0,20 Ip 0,40
10%
dari jumlah soal tersebut 0,10 Ip 0,19 serta tidak ada soal yang Ip nya negatif.
d.
Indeks kesukaran ( IK )
Bermutu
atau tidaknya butir butir item tes hasil belajar pertama–tama dapat diketahui
dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing
butir tersebut. Butir-butir tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai
butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu
sukar dan tidak pula terlalu mudah, dengan kata lain derajat kesukaran item itu
adalah sedang atau cukup.
Bertitik
tolak dari pernyataan di atas
maka butir-butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee tidak dapat
menjaab dengan betul (mungkin karena terlalu sukar ) tidak dapat disebut
sebagai item yang baik. Demikian pula sebaliknya, butir-butir item tes hasil
belajar dimana seluruh testee dapat menjawab dengan betul (mungkin terlalu
mudah) juga tidak dapat dimasukkan kedalam kategori item yan baik.
Untuk
menentukan indek kesukaran dari soal essay digunakan rumus:
Ik
100%
Keterangan:
Ik : Indeks kesukaran tes
Dt : Jumlah skor kelompok tinggi
Dr : Jumlah skor kelompok rendah
M : Skor setiap soal jika benar
N : 27%
dari peserta tes
Adapun
kriteria tingkat kesukaran soal essay berdasarkan indeks kesukaran:
Ik 27%
Sukar
27% Ik
73%
Sedang
2. Lembar Observasi
Lembar observasi yang akan digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan kepada indikator aktivitas dan nantinya akan divalidasi oleh beberapa
validator. Lembar observasi ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang
aktivitas siswa selama proses pembelajaran model kooperatif tipe NHT berlangsung.
Aktifitas yang diamati dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
10. Aktivitas yang akan diamati
No
|
Indikator
aktifitas
|
Aktifitas yang
diamati
|
1
|
Oral
activities
|
Siswa
mengajukan pendapat
Siswa
mengemukakan pendapat dalam diskusi
|
2
|
Mental
activities
|
Siswa
menjawab pertanyaan
|
3
|
Emotional
activities
|
Siswa
serius selama proses pembelajaran dengan memusatkan perhatian pada penjelasan
yang sedang disampaikan oleh teman dan guru.
|
4
|
Writing
activities
|
Siswa
menyalin dan melengkapi catatan
|
E. Prosedur Penelitian
Proses
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Tahap
persiapan
a.
Menentukan jadwal penelitian
b.
Menetapkan sampel penelitian dengan cara
random sampling yaitu setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi sampel.
c.
Merancang dan menvalidasi tes hasil
belajar dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran oleh beberapa validator.
d.
Uji coba tes hasil belajar.
e.
Mempersiapkan lembar observasi.
f.
Mempersiapkan observer.
g.
Mempersiapkan perangkat pembelajaran
2.
Tahap pelaksanaan.
Pada
tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe NHT dengan menggunakan
kartu pada kelas eksperimen dan melakukan pembelajaran seperi biasa pada kelas
kontrol. Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas eksperiment, terlebih
dahulu dibagi kelompok berdasarkan tingkat akademiknya.
Tabel 11 : langkah-langkah Pembelajaran pada Kelas Sampel
Kelas Eksperimen
|
Kelas Kontrol
|
1
|
2
|
Pendahuluan
1. Guru
menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa.
2. Guru
menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran serta kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.
3. Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan 5 – 6 siswa berdasarkan
kelompok heterogonitas yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinngi,
sedang, dan rendah. Kelompok ini berlaku untuk pertemuan berikutnya sampai
pokok bahasan selesai.
Kegiatan inti
1. Guru
menjelaskan point-point materi dasar
secara klasikal.
2.
Guru memberikan kartu yang berisi permasalahan.
Kartu berisikan pertanyaan yang akan diselesaikan siswa dan bagian jawaban
yang akan diisi
1
3.
Langsung
oleh siswa dalam kartu tersebut.
4. Guru
memantau jalannya diskusi dan
memberikan pengarahan kepada kelompok yang mengalami kesulitan serta
teguran kepada siswa yang tidak mau melakukan diskusi.
5. Setelah
diskusi intrakelompok selesai, guru memilih secara acak salah satu no
kelompok dan siswa-siswa yang memiliki no sama yang terpanggil akan
mempresentasikan jawaban kelompok mereka di depan kelas, sehingga terjadi
diskusi kelas.
6. Setelah
diskusi selesai, guru memberikan penekanan konsep dan membahas soal-soal yang
dirasakan sulit.
7. Guru
mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap siswa
8. Mengumumkan
hasil kuis dan memberikan penghargaan
|
Pendahuluan
1. Guru
menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa.
2. Guru
menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran serta kegiatan siswa dalam
proses pembelajaran.
Kegiatan inti
1. Guru
memberikan materi inti secara klasikal.
2. Guru
memberikan contoh soal dan membahas bersama siswa
2
3. Guru
memberikan latihan kepada siswa
4.
Guru membimbing siswa mengerjakan latihan.
5.
Guru memberikan penekanan konsep dan membahas
soal-soal yang dirasakan sulit.
6.
Guru mengumpulkan latihan yang telah dikerjakan
siswa.
|
Kesimpulan
Guru
membimbing siswa membuat kesimpulan dan memberikan pekerjaan rumah.
|
Kesimpulan
Guru
membimbing siswa membuat kesimpulan dan memberikan pekerjaan rumah
|
3.
Tahap penyelesaian
Pada
tahap ini peneliti akan memberikan tes akhir untuk melihat hasil belajar siswa.
Tes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian dilakukan
analisis untuk uji hiopotesis.
F. Teknik Analisa Data
1. Tes
Hasil belajar
Setelah
tes akhir dikumpulkan, peneliti melakukan tahapan-tahapan
seperti berikut:
a.
Uji normalitas
Melakukan
uji normalitas populasi terhadap nilai ujian akhir matematika kelas VIII yang
bertujuan untuk mengetahui apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau
tidak
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0=Populasi
berdistribusi normal.
H1=Populasi
berdistribusi tidak normal
Untuk
melihat sampel berdistribusi normal,digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1)
Data
X1,X2,X3,…….,Xn diperoleh dan
disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)
Mencari
skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Zi =
Dimana :
S =
Simpangan Baku
= Skor Rata - rata
Xi = Skor
dari tiap soal
3)
Dengan
menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi)
= P ( P Zi
)
4)
Menghitung
jumlah proporsi skor baku yang lebih
baku, atau sama Zi yang
dinyatakan dengan S ( ) dengan menggunakan rumus:
S ( Zi ) =
5)
Menghitung
selisih F ( Zi ) – S ( Zi ), kemudian ditentukan nilai
mutlaknya.
6)
Ambil
harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih. Harga mutlak selisih
diberi symbol L0. L0 = maks .
7)
Bandingkan
nilai L0 yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada
taraf 0,05 jika Lo Ltabel maka Hoditerima. Dari hasil analisis
data pada taraf nyata =
0,05 terlihat bahwa Lo L
tabel maka Ho diterima. Berarti data tersebut berasal dari popilasi yang
berdistribusi normal.[29]
b.
Uji
homogenitas variansi
Menguji
homogenitas variansi jika telah didapatkan dua proporsi normal . dalam hal ini
akan diuji Ho : dimana 1 dan 2 adalah simpanan baku dari
masing – masing kelompok sampel. Rumus yang digunakan untuk uji hipotesis ini
adalah:[30]
F
Keterangan:
: Variansi
terbesar
: Variansi terkecil
F : Perbandingan
antara variansi terbesar dengan variansi terkecil.
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis Ho jika :
dimana
c.
Uji hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk melihat
perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel. Dengan hipotesis yaitu:
Ho : : hasil belajar matematika siswa yang
mengikuti model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan menggunakan kartu sama dengan hasil belajar siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional
H1 : : hasil belajar matematika siswa yang
mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan kartu lebih
baik dari hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional.
Dimana adalah rata – rata kelompok
kontrol.
Berdasarka uji normalitas dan uji homogenitas ada
beberapa rumus untuk menguji hipotesis yaitu :
1)
Apabila data
berdistribusi normal mempunyai variansi homogen maka uji statistik yang digunakan
adalah dengan rumus:[31] t dengan
Dimana:
: Nilai rata – rata kelas eksperiment
: Nilai rata – rata kelas kontrol
: Variansi hasil belajar kelas eksperimen
: Variansi hasil belajar kelas eksperimen
: Simpangan baku
: Jumlah siswa kelas eksperimen
: Jumlah siswa kelas kontrol
Kriteria :
Terima Ho jika
dengan dk selain itu Ho ditolak.
2)
Jika sampel
berdistribusi normal dan kedua kelompok sampel tidak mempunyai variansi
homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah[32] :
t=
Kriteria
pengujinya adalah :
Tolak
hipotesis Ho jika t > dan
Terima
Ho jika t <
Dengan
:
2. Lembar
Observasi
Data aktifitas yang diperoleh melalui lembar
obsevasi dianalisis dengan menggunakan rumus presentase yaitu :
P = 100%
Keterangan:
P = Persentase
aktifitas
F = Frekuensi
aktifitas yang dilakukan
N = Jumlah
Siswa[33]
Menurut Mudjiono dan Dimyati kriteria penilaian
aktifitas dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
a) Jika presentase penilaian aktifitas adalah 1% - 25% maka aktifitas
tergolong sedikit.
b) Jika presentase penilaian aktifitas adalah 26% - 50% maka aktifitas
tergolong sedikit
c) Jika presentase penilaian aktifitas adalah 51% - 75% maka aktifitas
tergolong banyak
d) Jika presentase penilaian aktifitas adalah 76% - 100% maka aktifitas
tergolong banyak sekali.[34]
Presentase aktifitas belajar dipantau setiap kali
pertemuan, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan aktifitas siswa
selama pembelajaran Model Kooperatif Tipe NHT.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006)
Dimyati dan Mudjiono, Belajar & Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999)
E. Walpole, Ronal, Pengatar Statistika,
Jakarta : (PT. Gramedia Pustaka, 1993)
Hudoyo, Herman, Mengajar dan Belajar Matematika, (Jakarta : Dirjen dikti, 1988)
Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya : UNESA-University Press, 2006)
Isjoni, Cooperatife
Learning, (Bandung : Alfabeta, 2010)
Lie, Anita, Cooperatife Learning, (Jakarta: PT Gramedia Sarana Indonesia, 2000)
Muslich, Masnur, KTSP
Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Malang: Bumi Aksara, 2007)
Prasetyo, Bambang dkk, Metode Penelitian kuantitatif, (Jakarta: Grafindo Persada, 2005)
Riduwan, BelajarMudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan
Penelitian Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2007)
Sanjaya Wina, Stetegi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006)
Sardiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001)
Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006)
Sudjana, Nana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo1989)
Sugiarso, Mustaj, Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik, (Surabaya : 2005)
Suherman, Erman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA University Pendidikan Indonesia, 2001)
Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008)